EVALUASI
PELATIHAN
Ditinjau
dari konteks Ilmu sumber daya manusia
(SDM), kegiatan pelatihan termasuk ke dalam tahapan pengembangan SDM,
walaupun dalam konteks pengembangan SDM Pelatihan hanya salah satu metode
pengembangan SDM. Pengertian umum Pelatihan merupakan serangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang/
pegawai guna melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, Training atau Pelatihan menurut Buckley and
Caple (2004:5) diartikan sebagai suatu rencana yang sistematis untuk merubah
atau mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku melalui pembelajaran
dari pengalaman guna mencapai kinerja yang efektif dari kegiatan atau tingkatan
berbagai kegiatan. Tujuannya adalah agar situasi kerja individu memenuhi syarat
dan mampu dalam rangka mencapai kinerja secara memuaskan berdasarkan tugas yang
diberikan).
Kebijakan sistem Pelatihan secara
mikro terdiri dari sub-sub sistem utama yaitu; identifikasi kebutuhan,
perencanaan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat. Dengan menggunakan konsep
sistem dalam membangun kompetensi jabatan PNS melalui sistem Pelatihan perlu
memperhatikan pola hubungan dan ketergantungan yang besar antar pembinaan
Diklat, kelembagaan Diklat, penyelenggaraan Diklat, pengguna dan peserta Diklat
yang terbagi pada sub sistem input, proses, output, outcome, dan benefit.
Masukan Pelatihan adalah peserta, proses Pelatihan meliputi
lembaga Pelatihan , program Pelatihan , widyaiswara, dan keluaran Pelatihan adalah
tingkatan kompetensi peserta setelah mengikuti Diklat. Karena keberhasilan
penyelenggaraan Diklat ditentukan oleh adanya keserasian dan keterpaduan antara
“masukan, proses dan keluaran” Diklat sebagai satu kesatuan “sistem dan proses”
yang utuh, maka kebijakan pembinaan Diklat diarahkan pada keseluruhan unsur
yang berperan di dalamnya, meliputi seleksi peserta, akreditasi dan
sertifikasi, program Diklat, SDM kediklatan, dan keluaran Diklat.
Evaluasi Pelatihan adalah komponen
penting dalam system diklat. Tanpa evaluasi, kita tentu saja tidak
mengetahui apakah program diklat yang diselenggarakan oleh suatu lembaga diklat
berhasil atau tidak. Tingkat pencapaian efektifitas dan efisiensi suatu
program diklat dapat diketahui dari hasil evaluasi diklat yang kemudian dapat
dijadikan masukan dan bahan pertimbangan dalam pengendalian diklat sekaligus
untuk bahan penyempurnaan diklat di waktu yang akan datang.
Brikerhoff (1986:ix) menjelaskan
bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pelatihan dapat
dicapai. Menurut Brikerhoff (1986:ix), dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh
elemen yang harus dilakukan, yaitu: 1) penentuan fokus yang akan dievaluasi
(focusing the evaluation), 2) penyusunan desain evaluasi (designing the
evaluation), 3) pengumpulan informasi (collecting information), 4) analsis dan
intepretasi informasi (analyzing and interpreting), 5) pembuatan laporang
(reporting information), 6) pengelolaan evaluasi (managing evaluation), dan 7)
evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation). Dalam pengertian tersebut
menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi, evaluator pada tahap awal harus
menentukan focus yang akan dievaluasi dan desain yang akan digunakan. Hal ini
berarti harus ada kejelasan apa yang akan dievaluasi yang secara implisit menenkankan
adanya tujuan evaluasi, serta adanya perencanaan bagaimana melaksanakan
evaluasi. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data, menganalisis dan membuat
intepretasi terhadap data yang terkumpul serta membuat laporan. Selain itu,
evaluator juga harus melakukan pengaturan terhadap evaluasi dan mengevaluasi
apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan evaluasi secara keseluruhan. Weiss
(1972:4) menyatakan bahwa tujuan evaluasi adalah: The purpose of evaluation
research is to measure the effect of program against the goals it set out
accomplish as a means of contributing to subsuquest decision making about the
program and improving future programming. Ada empat
hal yang ditekankan pada rumusan tersebut, yaitu: 1) menunjuk pada penggunaan
metode penelitian, 2) menekankan pada hasil suatu program, 3)penggunaan
kriteria untuk menilai, dan 4) kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan
perbaikan program di masa mendatang.
untuk
program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah
dilanjutkan,diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk
kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang
terkait dengan program.
_ Five Level
ROI Model (Jack PhillPS')
_ CIPP Model
(Daniel Stufflebeam's)
_ Responsive
Evaluation Model (Robert Stake's)
_
Congruence-Contingency Model (Robert Stake's)
_ Five
Levels of Evaluation (Kaufman's)
_ CIRO
(Context, Input, Reaction, Outcome)
_ PERT
(Program Evaluation and Review Technique)
_ Goal-Free
Evaluation Approach (Michael Scriven's)
_
Discrepancy Model (Provus's)
_
Illuminative Evaluation Model
Model Kirkpatrick merupakan model evaluasi
pelatihan yang memiliki kelebihan karena sifatnya yang menyeluruh, sederhana,
dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi pelatihan. Menyeluruh dalam artian
model evaluasi ini mampu menjangkau semua sisi dari suatuprogram pelatihan.
Dikatakan sederhana karena model ini memiliki alur logika yang sederhana dan
mudah dipahami serta kategorisasi yang jelas dan tidak berbelit-belit.
Sementara dari sisi penggunaan, model ini bisa
digunakan untuk mengevaluasi berbagaimacam jenis pelatihan dengan berbagai
macam situasi. Dalam model Kirkpatrick, evaluasi dilakukan melalui empat level, yaitu [1]:
• Level 1
(Reaksi)
Evaluasi di level 1 bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan peserta
pelatihan terhadap penyelenggaraan pelatihan. Kualitas proses atau pelaksanaan
suatu pelatihan dapat diukur melalui tingkat kepuasan pesertanya. Kepuasan
peserta terhadap penyelenggaraan atau proses suatu pelatihan akan berimplikasi
langsung terhadap motivasi dan semangat belajar peserta dalam pelaksanaan
pelatihan. Pada level ini perusahaan lebih melihat nilai manfaatyang didapat
oleh peserta pelatihan terhadap tujuan dari perusahaan sebagai bahanevaluasi
kebutuhan materi. Sedangkan untuk penyelenggara pelatihan, biasanya
lebihmelihat fasilitas dan penyampaian materi. Mengukur reaksi ini relatif
mudah karena bisa dilakukan dengan menggunakan reaction sheet yang
berbentuk kuesioner. Evaluasi terhadap
reaksi ini sebenarnya dimaksudkan untuk mendapatkan respon dari peserta terhadap
kualitas penyelenggaraan pelatihan. Oleh karena itu waktu yang paling tepat untuk
menyebarkan kuesioner adalah pada setiap sesi dari pelaksanaan pelatihan,
setelahpelatihan berakhir atau beberapa saat sebelum pelatihan itu berakhir.
• Level 2
(Belajar)
Evaluasi di level 2 bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta
terhadap materi training atau sejauh mana daya serap peserta program pelatihan
pada materi pelatihan yang telah diberikan. Program pelatihan dikatakan
berhasil ketika aspek tersebut mengalami perbaikan dengan membandingkan hasil
pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan. Kegiatan pengukuran dalam evaluasi
level kedua ini relatif lebih sulit dan lebih memakan waktu jika dibanding
dengan mengukur reaksi peserta [2]. Alat ukur yang bisa digunakan adalah tes
tertulis dan tes kinerja. Tes tertulis dapat digunakan untuk mengukur tingkat
perbaikan pengetahuan dan sikap peserta, sementara tes kinerja dapat digunakanuntuk
mengetahui tingkat penambahan keterampilan peserta. Untuk dapat
mengetahuitingkat perbaikan aspek-aspek tersebut, tes dilakukan sebelum dan
sesudah program.
• Level 3
(Aplikasi)
Evaluasi di level 3 bertujuan untuk mengukur perubahan perilaku kerja
peserta pelatihan setelah mereka kembali ke dalam lingkungan kerjanya. Perilaku
yang dimaksud di sini adalah perilaku kerja yang ada hubungannya langsung
dengan materi yang disampaikanpada saat pelatihan. Evaluasi perilaku ini dapat
dilakukan melalui observasi langsung ke dalam lingkungan kerja peserta atau
kuesioner. Disamping itu bisa juga melalui wawancara dengan atasan maupun rekan
kerja peserta. Dari sini diharapkan dapat mengetahui perubahan perilaku kerja
peserta sebelum dan setelah mengikuti program pelatihan. Karena terkadang ada
kesulitan untuk mengetahui kinerja peserta sebelum mengikuti pelatihan,
disarankan juga untuk melakukan dokumentasi terhadap catatan kerja peserta
sebelum mengikuti pelatihan.
• Level 4
(Dampak)
Evaluasi di level 4 bertujuan untuk mengetahui dampak perubahan perilaku kerja peserta pelatihan terhadap tingkat produktifitas perusahaan. Aspek yang bisa menjadi acuan dalam evaluasi ini meliputi kenaikan produksi, peningkatan kualitas produk, penurunan biaya, penurunan angka kecelakaan kerja baik kualitas maupun kuantitas, penurunan turnover, maupun kenaikan tingkat keuntungan.