REGULASI

KONSEP ADDIE

AKD

EVALUASI DIKLAT

VIDEO TUTORIAL


 





 

KONSEP ADDIE

 

PENGGUNAAN METODE ADDIE DALAM PROSES PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

“ If you want to build the business, build the people”


Kalimat di atas adalah kutipan dari seorang wanita asal Amerika yang merupakan perintis dari kesuksesan sebuah brand “Tupperware”, yaitu Brownie Wise. Brownie Wise dalam praktek pengembangan bisnisnya memfokuskan pada pengembangan individu di dalam organisasi itu sendiri, hingga sekarang, brand yang dibangun tersebut tetap mengusung nilai-nilai pengembangan sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Dan terbukti hingga kini, brand yang di rintisnya dapat terus berkembang dan terus memberikan wadah untuk para individu yang ada di dalamnya untuk terus mengembangkan diri.

Di era globalisasi ini, di mana persaingan bisnis semakin ketat dibutuhkan sumber daya manusia yang semakin handal di bidangnya masing-masing. Dan yang menjadi tugas sebuah organisasi adalah bagaimana caranya untuk dapat mengembangkan sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi itu sendiri. Hal inilah yang menjadi konsentrasi para individu yang bergerak di dunia Human Development.

Dunia Human Development khususnya bagian Training & Development berperan penting dalam proses pelatihan dan pengembangan di dalam organisasi. Namun bagaimanakah cara yang dilakukan untuk dapat melakukan sebuah proses pelatihan dan pengembangan dengan efektif? Banyak berbagai metode dalam proses pembelajaran, namun pada kali ini akan dibahas salah satu metode yang disebut dengan ADDIE Model.

Metode ADDIE adalah sebuah kerangka yang biasa digunakan oleh perancang dan pengembang pelatihan. Metode ADDIE ini merupakan pedoman untuk pelatihan / training yang terdiri dari lima fase yaitu, Analyze, Design, Develop, Implement, dan Evaluate.

Gambar 1.0

1.   Analyze

Pada tahapan ini, dilakukan analisa tentang beberapa hal perlu diketahui sebelum kegiatan pelatihan dilakukan, seperti tujuan penyelenggaraan training, siapa peserta dan apa yang menjadi kebutuhan peserta training terkait dengan materi, metode teknik pembelajaran, dan lain-lain.

2.   Design

Tahapan design ini seorang perancang pelatihan perlu melakukan perancangan awal program pelatihan / pembelajaran, perancangan materi pelatihan dan perancangan evaluasi pelatihan secara konseptual yang nantinya akan dijadikan dasar dalam tahapan pengembangan.

3.   Develop

Pada tahap pengembangan atau develop ini kegiatan dilakukan dengan merealisasikan konsep yang sudah dibuat pada tahapan design yang sudah dilakukan sebelumnya. Kegiatan pengembangan ini merealisasikan kerangka yang dibuat dalam bentuk materi pelatihan, persiapan peralatan yang akan digunakan dalam pelatihan, dan pembuatan evaluasi pelatihan.

4.   Implement

Tahapan implement adalah tahapan dimana program pelatihan dilaksanakan. Program pelatihan dilakukan sesuai dengan perencanaan metode pelatihan yang sudah dibuat dan penggunaan materi yang telah dibuat.

5.   Evaluate

Setelah tahapan analisa, perancangan, pengembangan dan pelaksanaan dilakukan, maka tahapan terakhir adalah Evaluasi. Evaluasi dilakukan guna meninjau kembali pelaksanaan pelatihan apakah sudah sesuai dengan kebutuhan atau tidak. Kemudian evaluasi juga digunakan oleh perancang pelatihan untuk memperbaiki kekurangan dari metode yang digunakan, sehingga kegiatan pembelajaran kedepannya dapat dirancang dengan lebih baik lagi.

 

Keseluruhan tahapan yang digunakan pada metode ADDIE dapat di implementasikan atau digunakan oleh perusahaan dalam program pelatihan / training untuk upaya perusahaan dalam mengembangkan kompetensi dan pengetahuan karyawan di perusahaan itu sendiri.

 

 

Siklus Proses Pelatihan

 

Proses pelatihan dapat dipandang sebagai suatu sistem, sistem yang dimaksud dapat dipahami sebagai suatu siklus dengan pase-pase yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Pase-pase tersebut berhubungan dengan langkah-langkah yang biasa digunakan orang yang ingin memecahkan suatu permasalahan.

Pase Pokok dalam Penyelenggaraan Pelatihan

  1. Proses analisa untuk menentukan kebutuhan
  2. Perancangan pendekatan pelatihan
  3. Pengembangan materi dan perlengkapan pelatihan
  4. Pelaksanaan pelatihan
  5. Evaluasi dan upaya memperbaiki pelatihan

 

Pase-pase pokok ini merupakan siklus yang berkesinambungan, setelah seluruh proses pelatihan selesai sampai pase kelima, maka pase kelima memberikan masukan kembali ke pase pertama, begitu siklus ini terus berlangsung. Untuk lebih jelasnya siklus pelatihan ini dapat dilihat pada gambar berikut:

 :

  1. Proses Analisis untuk Menentukan Kebutuhan Pelatihan

Pase ini adalah salah satu pase yang sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan suatu pelatihan. Pase ini memiliki dua tujuan utama :

a)           Untuk menentukan bahwa pelatihan yang diadakan dibutuhkan oleh pihak lain,

b)           untuk meyakinkan bahwa penyelenggaraan suatu pelatihan arus didasarkan atas identifikasi kebutuhan pasar yang sangat jelas.

         Beberapa langkah penting dalam pase ini adalah :

·       Mengidentifikasi permasalahan (yang dihadapi organisatoris) dan menentukan apakah pelatihan adalah cara terbaik untuk memecahkannya. Istilah yang sering dipakai untuk kegiatan ini adalah “need assessment”

·       Menganalisa tugas dan jenis keterampilan apa yang dibutuhkan oleh peminat dalam menjangkau suatu jabatan tertentu dan bagaimana melaksanaan fungsinya di tempat kerja masing-masing.

·       Mengidentifikasi kriteria (persyaratan) perserta yang akan diizinkan untuk mengikuti suatu pelatihan tertentu.

 

  1. Perancangan Pendekatan Diklat

Pase ini diperuntukkan untuk mendesain strategi apa yang akan dilakukan dalam sebuah pelatihan, pase ini tentunya membutuhkan data yang akurat dan bisa dianalisa dari hasil analisis pase pertama.  TugasTugas-tugas Penting dalam Pase ini

·           Merumuskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dijadikan dasar pengembangan kurikulum pelatihan.

·           Menentukan metode pelatihan yang terbaik atau yang paling cocok.

·           Memilih media yang terbaik untuk pelatihan.

·           Mengidentifikasi butir-butir tes (baik untuk preetest atau postest)

·           Mengorganisir pelatihan dengan membuat penjadualan pelatihan, berapa hari pelaksanaan dan bagaimana rangkaian-rangkaian kegiatan yang dipadukan dalam suatu pelatihan.

 

  1. Pengembangan Materi dan Perlengkapan Diklat

Pase ini merupakan pase pengembangan dari pase sebelumnya dengan menarik garis-garis besar dari pelaksanaan pelatihan yang dihasilkan dari pase perancangan, untuk diformulasikan ke dalam seperangkat materi dan perlengkapan pelatihan yang lengkap, dan apabila diterapkan akan dapat menghasilkan tujuan dan kompetensi pelatihan yang diinginkan.  Tugas-tugas Penting dalam pase ini

·       Rencana pembelajaran (lesson plan) yang akan digunakan oleh para pelatih, disediakan sebagai acuan untuk mengembangkan materi dan perlengkapan pelatihan lainnya.

·       Materi dan perlengkapan bagi peserta pelatihan seperti teks bahan ajar (modul), teks perintah yang terprogram dan handout.

·       Alat bantu latihan (audiovisual aids) seperti film, slide, flipchart, transparansi dan sebagainya.

·       Lembaran tes yang didasarkan kepada butir-butir tes yang telah diidentifikasi pada pase perancangan.

·       Lembaran evaluasi

 

  Pengembangan pase materi dan perlengkapan pelatihan bukanlah hanya meliputi hal-hal yang disebutkan di atas. Pase ini juga meliputi kegiatan sebagai berikut :

·           Membuat daftar susunan atau rangkaian logistik dan perlengkapan administrasi yang dapat dikembangkan menjadi hal-hal yang detail.

·           Memilih dan menyiapkan pelatih

·           Merangkum segala keterangan aktifitas atau langkah kegiatan pelatihan ke dalam bukut petunjuk yang lengkap.

·           Menyaring materi dan perlengkapan pelatihan yang masih ada dan menemukannya, apakah masih layak untuk dipakai.

·           Mensyahkan pelaksanaan pelatihan serta materi dan perlengkapan pelatihan sebanyak mungkin sesuai dengan prioritas dan aktifitas langkah kegiatan yang sebenarnya.

 

  1. Pelaksanaan Pelatihan

Seluruh upaya yang telah dilakukan pada pase-pase sebelumnya, maka pase ini merupakan pase yang menentukan. Peranan penyelenggara saat ini adalah memberi petunjuk, mengadakan pendekatan dengan peserta, mengikuti aktivitas peserta, mengkoordinasikannya dengan arti lain melayani peserta dengan memberikan fasilitas yang diperlukan. Tugas Penting dalam Pase ini adalah :

·  Memelihara ketersediaan logistik

·  Mencatat kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta

·  Mengevaluasi ketepatan pelaksanaan pelatihan sesuai dengan perencanaan

·  Mengevaluasi penampilan dari para pelatih

·  Melakukan penyesuaian bila diperlukan 

  1. Evaluasi dan Upaya Memperbaiki Pelatihan

Pase ini juga merupakan pase yang amat penting, pelatihan yang baik harus terus diupayakan menjadi pelatihan yang lebih baik, divalidasi, diperbarui dan kemudian diperbaiki berulang-ulang. Pase ini menghendaki pencapaian sasaran-sasaran pelatihan yang dikehendaki dalam waktu yang telah ditentukan. Materi dan perlengkapan yang dipakai dalam jangka waktu yang lama tanpa dilakukan peninjauan akan tertinggal atau akan menjadi usang. Setiap kali pelatihan dilaksanakan diikuti pula dengan upaya untuk menyempurnakannya. Kegiatan Kegiatan-kegiatan dalam pase ini meliputi :

·       Evaluasi pelatih terhadap pelatihan

·       Evaluasi peserta (alumni pelatihan) terhadap pelatihan yang diikutinya

·       Evaluasi tiga komponen pelatihan (penyelenggara, pelatih dan peserta) terhadap pelaksanaan pelatihan yang diadakan

·       Evaluasi lapangan untuk menentukan apakah peserta (alumni pelatihan) memiliki unjuk kerja yang baik di tempat kerja mereka

EVALUASI DIKLAT

 

EVALUASI  PELATIHAN

Ditinjau dari konteks Ilmu  sumber daya manusia (SDM), kegiatan  pelatihan  termasuk ke dalam tahapan pengembangan SDM, walaupun dalam konteks pengembangan SDM Pelatihan hanya salah satu metode pengembangan SDM. Pengertian umum Pelatihan merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang/ pegawai guna melaksanakan tugasnya. Oleh  karena itu,  Training atau Pelatihan menurut Buckley and Caple (2004:5) diartikan sebagai suatu rencana yang sistematis untuk merubah atau mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku melalui pembelajaran dari pengalaman guna mencapai kinerja yang efektif dari kegiatan atau tingkatan berbagai kegiatan. Tujuannya adalah agar situasi kerja individu memenuhi syarat dan mampu dalam rangka mencapai kinerja secara memuaskan berdasarkan tugas yang diberikan).

Kebijakan sistem Pelatihan secara mikro terdiri dari sub-sub sistem utama yaitu; identifikasi kebutuhan, perencanaan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat. Dengan menggunakan konsep sistem dalam membangun kompetensi jabatan PNS melalui sistem Pelatihan perlu memperhatikan pola hubungan dan ketergantungan yang besar antar pembinaan Diklat, kelembagaan Diklat, penyelenggaraan Diklat, pengguna dan peserta Diklat yang terbagi pada sub sistem input, proses, output, outcome, dan benefit.

Masukan Pelatihan  adalah peserta, proses Pelatihan meliputi lembaga Pelatihan , program Pelatihan , widyaiswara, dan keluaran Pelatihan adalah tingkatan kompetensi peserta setelah mengikuti Diklat. Karena keberhasilan penyelenggaraan Diklat ditentukan oleh adanya keserasian dan keterpaduan antara “masukan, proses dan keluaran” Diklat sebagai satu kesatuan “sistem dan proses” yang utuh, maka kebijakan pembinaan Diklat diarahkan pada keseluruhan unsur yang berperan di dalamnya, meliputi seleksi peserta, akreditasi dan sertifikasi, program Diklat, SDM kediklatan, dan keluaran Diklat.

 Suatu Program Pelatihan Pelatihan tidak serta merta berakhir dengan berakhirnya kegiatan belajar mengajar dikelas. Beberapa persoalan bisa saja baru teridentifikasi, ada banyak pertanyaan yang mungkin muncul pada saat berakhirnya suatu pelatihan . Misalnya bagaimana kualitas program pelatihan, apakah peserta diklat telah berhasil dalam kegiatan diklat, apakah peserta merasa puas dengan program diklat yang baru saja selesai, apakah peserta diklat mau mengikuti diklat lain yang diselenggarakan, atau apakah peserta dikalt mau merekomendasikan diklat yang baru diikutinya kepada orang lain, apakah program diklat telah sesuai dengan kebutuhan peserta diklat, atau apakah pelatiha  telah sesuai dengan kebutuhan dari instansi yang mengirimkan peserta, atau apakah ada hal-hal yang masih perlu atau harus ditingkatkan berkaitan dengan kualitas pelaksanaan program pelatihan . Dan masih ada banyak lagi pertanyaan yang bisa muncul pada saat pelaksanaan diklat atau pada saat setelah berakhirnya diklat. seluruh pertanyaan di atas hanya dapat dijawab jika penyelenggara pelatihan  melakukan evaluasi terhadap program pelatihan  tersebut

Evaluasi Pelatihan adalah komponen penting dalam system diklat.  Tanpa evaluasi, kita tentu saja tidak mengetahui apakah program diklat yang diselenggarakan oleh suatu lembaga diklat berhasil atau tidak.  Tingkat pencapaian efektifitas dan efisiensi suatu program diklat dapat diketahui dari hasil evaluasi diklat yang kemudian dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan dalam pengendalian diklat sekaligus untuk bahan penyempurnaan diklat di waktu yang akan datang.

Brikerhoff (1986:ix) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pelatihan   dapat dicapai. Menurut Brikerhoff (1986:ix), dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu: 1) penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation), 2) penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation), 3) pengumpulan informasi (collecting information), 4) analsis dan intepretasi informasi (analyzing and interpreting), 5) pembuatan laporang (reporting information), 6) pengelolaan evaluasi (managing evaluation), dan 7) evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation). Dalam pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi, evaluator pada tahap awal harus menentukan focus yang akan dievaluasi dan desain yang akan digunakan. Hal ini berarti harus ada kejelasan apa yang akan dievaluasi yang secara implisit menenkankan adanya tujuan evaluasi, serta adanya perencanaan bagaimana melaksanakan evaluasi. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data, menganalisis dan membuat intepretasi terhadap data yang terkumpul serta membuat laporan. Selain itu, evaluator juga harus melakukan pengaturan terhadap evaluasi dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan evaluasi secara keseluruhan. Weiss (1972:4) menyatakan bahwa tujuan evaluasi adalah: The purpose of evaluation research is to measure the effect of program against the goals it set out accomplish as a means of contributing to subsuquest decision making about the program and improving future programming. Ada empat hal yang ditekankan pada rumusan tersebut, yaitu: 1) menunjuk pada penggunaan metode penelitian, 2) menekankan pada hasil suatu program, 3)penggunaan kriteria untuk menilai, dan 4) kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan perbaikan program di masa mendatang.

 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, mengintepretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya.Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program,dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan

untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan,diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program.

 Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan. Kirkpatrick, salah seorang ahli evaluasi program training dalam bidang pengembangan SDM selain menawarkan model evaluasiyang diberi nama Kirkpatrick’s training evaluation model juga menunjuk model-model lain yang dapat dijadikan sebagai pilihan dalam mengadakan evaluasi terhadap sebuah program training. Model-model yang ditunjuk tersebut di antaranya adalah :

_ Five Level ROI Model (Jack PhillPS')

_ CIPP Model (Daniel Stufflebeam's)

_ Responsive Evaluation Model (Robert Stake's)

_ Congruence-Contingency Model (Robert Stake's)

_ Five Levels of Evaluation (Kaufman's)

_ CIRO (Context, Input, Reaction, Outcome)

_ PERT (Program Evaluation and Review Technique)

_ Goal-Free Evaluation Approach (Michael Scriven's)

_ Discrepancy Model (Provus's)

_ Illuminative Evaluation Model

Model Kirkpatrick merupakan model evaluasi pelatihan yang memiliki kelebihan karena sifatnya yang menyeluruh, sederhana, dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi pelatihan. Menyeluruh dalam artian model evaluasi ini mampu menjangkau semua sisi dari suatuprogram pelatihan. Dikatakan sederhana karena model ini memiliki alur logika yang sederhana dan mudah dipahami serta kategorisasi yang jelas dan tidak berbelit-belit.

Sementara dari sisi penggunaan, model ini bisa digunakan untuk mengevaluasi berbagaimacam jenis pelatihan dengan berbagai macam situasi. Dalam model Kirkpatrick, evaluasi  dilakukan melalui empat level, yaitu [1]:

Level 1 (Reaksi)

Evaluasi di level 1 bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan peserta pelatihan terhadap penyelenggaraan pelatihan. Kualitas proses atau pelaksanaan suatu pelatihan dapat diukur melalui tingkat kepuasan pesertanya. Kepuasan peserta terhadap penyelenggaraan atau proses suatu pelatihan akan berimplikasi langsung terhadap motivasi dan semangat belajar peserta dalam pelaksanaan pelatihan. Pada level ini perusahaan lebih melihat nilai manfaatyang didapat oleh peserta pelatihan terhadap tujuan dari perusahaan sebagai bahanevaluasi kebutuhan materi. Sedangkan untuk penyelenggara pelatihan, biasanya lebihmelihat fasilitas dan penyampaian materi. Mengukur reaksi ini relatif mudah karena bisa dilakukan dengan menggunakan reaction sheet yang berbentuk kuesioner. Evaluasi  terhadap reaksi ini sebenarnya dimaksudkan untuk mendapatkan respon dari peserta terhadap kualitas penyelenggaraan pelatihan. Oleh karena itu waktu yang paling tepat untuk menyebarkan kuesioner adalah pada setiap sesi dari pelaksanaan pelatihan, setelahpelatihan berakhir atau beberapa saat sebelum pelatihan itu berakhir.

Level 2 (Belajar)

Evaluasi di level 2 bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta terhadap materi training atau sejauh mana daya serap peserta program pelatihan pada materi pelatihan yang telah diberikan. Program pelatihan dikatakan berhasil ketika aspek tersebut mengalami perbaikan dengan membandingkan hasil pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan. Kegiatan pengukuran dalam evaluasi level kedua ini relatif lebih sulit dan lebih memakan waktu jika dibanding dengan mengukur reaksi peserta [2]. Alat ukur yang bisa digunakan adalah tes tertulis dan tes kinerja. Tes tertulis dapat digunakan untuk mengukur tingkat perbaikan pengetahuan dan sikap peserta, sementara tes kinerja dapat digunakanuntuk mengetahui tingkat penambahan keterampilan peserta. Untuk dapat mengetahuitingkat perbaikan aspek-aspek tersebut, tes dilakukan sebelum dan sesudah program.

Level 3 (Aplikasi)

Evaluasi di level 3 bertujuan untuk mengukur perubahan perilaku kerja peserta pelatihan setelah mereka kembali ke dalam lingkungan kerjanya. Perilaku yang dimaksud di sini adalah perilaku kerja yang ada hubungannya langsung dengan materi yang disampaikanpada saat pelatihan. Evaluasi perilaku ini dapat dilakukan melalui observasi langsung ke dalam lingkungan kerja peserta atau kuesioner. Disamping itu bisa juga melalui wawancara dengan atasan maupun rekan kerja peserta. Dari sini diharapkan dapat mengetahui perubahan perilaku kerja peserta sebelum dan setelah mengikuti program pelatihan. Karena terkadang ada kesulitan untuk mengetahui kinerja peserta sebelum mengikuti pelatihan, disarankan juga untuk melakukan dokumentasi terhadap catatan kerja peserta sebelum mengikuti pelatihan.

Level 4 (Dampak)

Evaluasi di level 4 bertujuan untuk mengetahui dampak perubahan perilaku kerja peserta pelatihan terhadap tingkat produktifitas perusahaan. Aspek yang bisa menjadi acuan dalam evaluasi ini meliputi  kenaikan produksi, peningkatan kualitas produk, penurunan biaya, penurunan angka kecelakaan kerja baik kualitas maupun kuantitas, penurunan turnover, maupun kenaikan tingkat keuntungan.

AKD

 

Cara Melakukan Proses Analisa Kebutuhan Pelatihan yang Benar

Pelatihan SDM biasa juga disebut dengan training. Proses pelatihan ini dilaksanakan untuk mengembangkan kinerja yang dimiliki oleh SDM tersebut guna mendukung sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Dalam pelatihan tersebut, tentu dibutuhkan sebuah analisa kebutuhan pelatihan SDM sebagai sebuah data yang dikumpulkan untuk menentukan apa saja kebutuhan yang harus dipenuhi untuk kelancaran dan keefektifan dari pelatihan tersebut. Analisa kebutuhan tersebut juga menjadi dasar penentu atas keberhasilan pelatihan SDM  yang akan dilakukan.

Walaupun demikian, tidak sedikit organisasi yang melakukan pelatihan atau pengembangan tersebut tanpa melakukan analisis kebutuhan terlebih dahulu. Resiko sebuah pelatihan tanpa analisa kebutuhan pelatihan SDM pun harus mereka hadapi dengan diklat yang cenderung berjalan tidak efektif.Ketika analisa kebutuhan dibuat terlebih dahulu, maka pengembangan pelatihan yang dilakukan pasti akan menjadi sebuah solusi bagi masalah yang selama ini terjadi di tempat kerja para SDM tersebut.

Proses analisa kebutuhan sendiri sifatnya berkelanjutan dan dipandang sebagai sebuah upaya mahal yang sebetulnya merupakan cara dalam meningkatkan bottom line dalam sebuah organisasi. Analisa kebutuhan pelatihan SDM karena informasinya dikumpulkan kemudian dianalisis, tentu rencananya bisa dibuat. Analisa akan menentukan apa saja kebutuhannya, kemudian identifikasi atas apa yang diperlukan dalam pelatihan pun bisa dilakukan. Selanjutnya, pemeriksaan dari jenis hingga ruang lingkup yang dibutuhkan dalam mendukung efektifnya program pelatihan yang dilakukan oleh SDM pun bisa dilakukan. Dimana, dalam analisa kebutuhan yang dilakukan tersebut, sebuah instansi atau organisasi juga memiliki tujuan dalam mencari informasi mengenai pengetahuan dan kinerja optimal yang dimiliki oleh peserta atau SDM tersebut berikut pengetahuan dan kinerja aktualnya saat ini, perasaan baik peserta maupun orang penting dalam organisasinya, penyebab serta solusi dari semua masalah yang ada.

Untuk analisa kebutuhan pelatihan SDM sendiri, dalam pengertiannya memiliki beberapa arti yang pengertiannya tidak jauh dari upaya dalam menganalisa serta mendiagnosa sebuah organisasi bersama dengan tugas dan para karyawannya. Ada juga pengertian lain berupa proses penentuan sebuah alasan dan akibatnya. Dimana, dalam pengertian tersebut dimaksudkan sama untuk sebuah identifikasi hingga pemilihan yang nantinya akan menghasilkan tentang apa saja yang diperlukan untuk kemudian dikembangkan dan didapatkan hasilnya dari pelatihan pengembangan yang dilakukan.

Terlepas dari berbagai pengertian yang dikeluarkan sebagai teori, analisa kebutuhan atau Training Need Assement, TNA sendiri secara umum diartikan sebagai sebuah proses percobaan dalam diagnostic atau identifikasi dari berbagai kebutuhan sebuah organisasi dimana hasilnya berpotensi untuk dipenuhi dalam pelatihan tersebut. Bahkan, bisa juga yang terjadi adalah sebaliknya.

Alasan TNA harus dilakukan, secara umum ada empat:

1.   Mengidentifikasi masalah dalam sebuah organisasi. Manajemen dan kepegawaian harus memahami apa masalah yang dihadapi oleh SDM tersebut guna mendapatkan metode pelatihan yang tepat.

2.         Mendapatkan dukungan pihak manajemen. Maka, harus dipastikan bahwa pelatihan yang akan dilakukan bisa memberi pengaruh kepada SDM dengan peningkatan kinerja di tempat kerjanya.

3.     Mengembangkan data evaluasi dimana dalam analisis kebutuhan pertama, yang akan dikur pelatih adalah efektivitas programnya.

4.         Menentukan biaya serta manfaat dari pelatihan yang akan dilakukan. Sehingga, pelatihan tidak dianggap sebagai sebuah penghambat atau hanya bagian dari membuang-buang waktu dan biaya melainkan sebuah kontribusi penting dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.

Sehingga, akan didapatkan berbagai manfaat antara lain berupa:

1.    Masukkan bagi pimpinan organisasi atau institusi tersebut agar lebih meningkatkan lagi kinerja para pegawai atau SDM yang dipimpinnya baik dalam hal kualitas maupun produktivitasnya.

2.    Menambah wawasan dan pengetahuan kepada para pegawai atau SDM tersebut dalam memahami ruang lingkup pekerjaannya serta memberikan mereka ukuran akan sejauh mana ketepatan mereka dalam menjalankan tugasnya selama ini.

Melihat dari alasan, tujuan, dan manfaatnya, secara umum dapat disimpulkan juga bahwa dengan adanya analisa kebutuhan pelatihan SDM tersebut, pelatihan yang dilakukan akan lebih tepat sasaran. Analisa merupakan sebuah desain sistem efektif untuk memecahkan masalah dengan pelatihan sebagai jalan pemecahannya. Ketika sebuah pelatihan tidak bisa menghasilkan apapun, maka bisa dipastikan jika desain sistem yang dibentuk tersebut buruk.

Baik manajemen atau profesional dari SDM tersebut juga perlu menyadari bahwa pelatihan bukan sepenuhnya penyembuh atau obat bagi semua masalah yang terjadi dalam sebuah organisasi.Akan tetapi, pelatihan harus bisa dijadikan motivasi serta alat dalam memperbaiki kinerja untuk merubah kinerja buruk yang selama ini dilakukan. Jadi, dengan kata lain, pelatihan SDM tersebut akan memberikan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan yang karyawan atau pegawai pelukan dalam mencapai tujuan organisasi dimana mereka bekerja.

Pelatihan juga tepat dikatakan sebagai sebuah investasi namun bukan diukur atas biaya yang dikeluarkannya melainkan keterampilan dan pengetahuan yang akan diberikan dan ditingkatkannya. Dimana, untuk mendapatkan semua itu sebelumnya Anda memerlukan pendekatan berupa analisis, seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Alat yang bisa Anda gunakan untuk melakukan analisa kebutuhan pelatihan SDM yang efektif yaitu dengan wawancara dan observasi. Pendekatan ini akan memberi gambaran yang lebih jelas tentang setiap individu dan kebutuhannya nanti dalam pelatihan yang akan dilakukannya tersebut.

Jenis Analisa Kebutuhan Training

Training atau pelatihan merupakan kegiatan penting yang biasanya akan dilaksanakan untuk memberikan bekal pengetahuan baru atau memberikan motivasi tertentu kepada karyawan di sebuah perusahaan.  Training sangat berguna untuk meningkatkan kompetensi dan skill karyawan sehingga perusahaan bisa diuntungkan dengan peningkatan mutu manajemen, mutu profesionalitas, dan yang paling penting adalah peningkatan produktifitas perusahaan.Pelatihan atau Training Tidak Bisa Dilakukan Begitu Saja Tanpa Persiapan yang Matang Training dalam bahasa bisnis merupakan sebuah investasi yang harus dikalkulasi untung dan ruginya. Sejatinya, sebuah investasi adalah sejumlah modal yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan harapan agar produktifitas perusahaan tersebut bisa meningkat.

Hal inilah yang menjadikan Analisa Kebutuhan Training sangat diperlukan sebelum melakukan training agar perusahaan bisa  mengetahui dengan pasti konsep training seperti apa yang paling dibutuhkan oleh para karyawan.

Jika perusahaan Anda ingin menyelenggarakan sebuah training untuk karyawan, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan Analisa Kebutuhan Training untuk mengetahui dengan pasti jenis training apa yang paling dibutuhkan.

Pada dasarnya, ada tiga jenis analisis kebutuhan training yang selama ini dikenal yaitu:

1. Task Analysis

Jenis analisa yang satu merupakan analisa training yang lebih menekankan pada kebutuhan training untuk satu jenis posisi di perusahaan misalnya analisa training untuk posisi kepala divisi atau analisis training untuk posisi manager. Biasanya analisis ini akan mengkaji dengan detail mengenai  jenis kemampuan atau kompetensi apa saja yang dibutuhkan oleh sebuah posisi di perusahan tertentu. Tugas dan kompetensi sebuah posisi di satu perusahaan dengan perusahaan lain yang memiliki bidang bisnis berbeda tentunya akan sangat berbeda.

Dalam penelitian training ini yang menjadi fokus utama adalah tugas darei posisi atau jabatan bukan dari perseorangan atau orang yang menjabat posisi tersebut.Melalui Analisa Kebutuhan Training ini perusahaan nantinya akan dapat merumuskan jenis training apa yang paling tepat untuk sebuah posisi di perusahaan.Pelatihan yang sudah dirancang dengan baik berdasarkan data dari analisis akan distandarkan dan kemudian akan dipraktekkan kepada semua karyawan di posisi yang bersangkutan.

2. Person Analisis

Jika task analisis ditujukan untuk meneliti kebutuhan training di sebuah posisi, maka person analysis ditujukan kepada orang yang memegang suatu jabatan atau posisi di perusahaan. Dalam analisis ini akan diteliti kemampuan dan kompetisi seorang karyawan. Dari hasil penelitian tersebut akan diketahui kelebihan dan kekurangan apa saja dari karyawan tersebut. Dari data inilah nantinya bisa disusun sebuah materi training yang bisa memperkuat kemlebihan dan memperbaiki kelemahan si karyawan yang bersangkutan.

Analisa Kebutuhan Training jenis person analysis akan ditetapkan levelnya oleh perusahaan yang bersangkutan. Misalnya untuk posisi manajer, ada beberapa jenis kompetensi yang harus dimiliki misalnya adalah skill kepemimpinan, skill komunikasi, dan seterusnya. Seorang manajer akan diberikan assessment untuk mengetahui level kompetensinya. Jika misalnya dari semua jenis kompetensi ada yang nilainya rendah, maka manajer tersebut akan mendapatkan training tambahan untuk mengasah kompetensi yang dirasa masih kurang.

3. Organizational Analysis

Organisational Analysis merupakan Analisa Kebutuhan Training yang diperuntukkan bagi perusahaan untuk merespon perkembangan dan persaingan di dunia bisnis yang semakin luas dan terus berkembang.Contohnya adalah ketika sebuah perusahaan perbankan ingin membidik pasar yang lebih luas misalnya adalah kredit usaha kecil, maka akan diperlukan kemampuan dan skill baru di bidang kredit mikro dan di bidang UKM.  Berdasarkan kebutuhan ini, maka lembaga training akan menyusun sebuah materi training yang dapat membekali semua karyawan bank dengan pengetahuan dan skill mengenai kredit mikro usaha kecil menengah.

Panduan Lengkap Membuat Training Need Analysis

Setiap perusahaan atau organisasi tentu membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal alias top performance dalam segi kemampuan, karakter, dan pemikiran. Untuk itulah, perusahaan biasanya membuat training atau pelatihan bagi karyawannya. Agar tepat sasaran, pelaksanaan pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan apa yang di perlukan oleh perusahaan tersebut. Artinya, suatu perusahaan tidak bisa serta merta mengadopsi bentuk pelatihan dari perusahaan lainnya karena kebutuhannya berbeda. Dalam upaya penetuan pelaksanaan pelatihan yang tepat sasaran itulah dilakukan sebuah Training Need Analysis (analisis kebutuhan pelatihan).

Training Need Analysis (TNA) merupakan suatu proses identifiasi dan analisis tentang kebutuhan pelatihan atau program pengembangan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam sebuah organisasi atau perusahaan dengan tujuan akhir adalah peningkatan performa SDM.

Dalam menyusun TNA, terdapat beberapa pendekatan analisis yang harus diperhatikan. Sebagaimana yang disadur dari laman hr-guide, pendekatan tersebut dibagi menjadi:

1.               Analisis Organisasi

2.               Analisis Individu

3.               Analisis Kompetensi Kerja

4.               Analisis Performa

5.               Analisis Konten

6.               Analisis Kesesuaian Pelatihan

7.               Analisis Biaya-Manfaat.

Dari analisis-analisis tersebut itulah yang dijadikan panduan dalam membuat Training Need Analysis sebagaimana tahapan berikut ini.

1.               Menentukan Hasil yang Diharapkan

Seperti yang sudah disinggung di awal, pelatihan dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan atau organisasi. Ini artinya dalam membuat TNA juga harus ditentukan keberhasilan seperti apa yang diinginkan. Untuk menentukan hasil yang diharapkan ini bisa disesuaikan dengan masalah apa yang hendak diselesaikan dan hal apa yang ingin diperbaiki. Hal lain yang juga bisa dipertimbangkan adalah perilaku atau kepribadian seperti apa yang diharapkan dimiliki karyawan untuk mencapai misi perusahaan.

Dalam menentukan hasil yang diharapkan ini juga berkaitan dengan pendekatan berbasis analisis organisasi. Hal ini karena melalui analisis organisasi dapat diketahui bahwa organisasi memiliki respon akan dinamika bisnis. Perusahaan memiliki peluang perubahan rencana strategis yang harus diantisipasi termasuk melalui pelatihan.

2.                 Melibatkan Karyawan

Agar proses TNA benar-benar tepat sasaran, perusahaan harus terbuka pada karyawannya untuk menyampaikan tujuan apa yang diharapkan dari pelatihan yang akan dilakukan. Hal ini penting agar setiap karyawan memahami proses pelatihan yang meraka jalani serta keuntungan apa yang akan mereka dapat. Dengan demikian, keterlibatan karyawan ini akan membuat mereka lebih menghargai akan setiap pelatihan yang diberikan perusahaan.

3.                Mengidentifikasi Kompetensi yang Dibutuhkan

Melibatkan karyawan dalam proses TNA juga berguna untuk mengidentifikasi kompetensi apa yang sudah dimiliki karyawan dan apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi tersebut. Gap atau kesenjangan yang didapatkan inilah yang menjadi rujukan atau dasar dalam memutuskan kebutuhan pelatihan yang harus disiapkan sehingga hasilnya juga maksimal.

Hal ini juga berkaitan dengan pendekatan analisis kompetensi kerja. Identifikasi kebutuhan kompetensi selayaknya didasarkan pada masing-masing jabatan karena setiap posisi membutuhkan kompetensinya

4.               Menentukan Metode Terbaik

Setelah mengetahui apa yang diharapkan dari pelatihan dan mengetahui kompetensi apa yang dibutuhkan karyawan, artinya perusahaan bisa menentukan metode apa yang terbaik untuk digunakan. Ada beberapa macam metode pelatihan yang dikenal yaitu on the job training, mentoring dan coaching, ceramah, buku dan e-book, serta e-learning.

Dalam menentukan metode pelatihan terbaik juga dibutuhkan modul. Modul ini bisa dibuat oleh perusahaan sendiri (building) atau membeli modul pelatihan dari pihak lain. Alternatif terbaik adalah dengan menggabungkan keduanya dimana modul pelatihan bisa disusun oleh pihak ketiga (konsultan) dan juga melibatkan unsur karyawan dari perusahaan.

5.                Memperhatikan Biaya, Waktu, dan Tenaga yang Dibutuhkan

Pelatihan yang melibatkan karyawan tentunya membutuhkan biaya, waktu, serta tenaga lebih. Hal ini juga harus diperhatikan agar pelatihan tidak mengganggu terlalu banyak akan proses produksi di perusahaan. Bagaimanapun, pelatihan membuat waktu kerja menjadi tidak aktif, biaya yang tidak sedikit, kebutuhan panitia, dan persiapan lainnya yang harus diperhitungkan.


Training Need Analysis : Menyusun Program Pelatihan

Training Need Analysis : Menyusun Program Pelatihan

Salahsatu tugas dari HR adalah menciptakan employs champion, yakni menciptakan karyawan yang memiliki jiwa pemenang, salah satunya adalah dengan menyusun program pelatihan dan pengembangan karyawan secara berkala.  Namun ada kalanya dalam menetapkan program pelatihan, perusahaan tidak memiliki standar dalam dalam merumuskan pelatihannya sehingga, tujuan dari diselenggarakan pelatihan menjadi tidak tercapai. Lantas apa yang harus dilakukan perusahaan agar program pelatihan yang diselenggarakan dapat bermanfaat bagi tujuan organisasi?Training Need Analysis atau disebut juga dengan TNA adalah serangkaian proses yang dilakukan perusahaan untuk merumuskan rencana pelatihan, biasanya terdapat 3 pendekatan dalam melakukan training need analysis, yakni :

Pertama, Organizational-based Need Analysis, Analisa kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada kebutuhan strategis perusahaan dalam merespon dinamika bisnis masa depan. Kebutuhan strategis perusahaan dirumuskan dengan mengacu pada dua elemen pokok : Corporate Strategy dan Corporate Values.

Setidaknya ada 7 faktor kunci keberhasilan organisasi, yaitu :

1.               Planning,

2.               Communication,

3.               Teamwork,

4.               Service,

5.               Learning Climate,

6.               Leadership,

7.               Development

 


 

·  Faktor ini di-ases untuk mengidentifikasi pada faktor apa perusahaan masih mengalami kekurangan yang paling besar, dan karenanya perlu di-prioritaskan pengembangan pelatihannya.

 

Kedua, job Competency-based Need Analysis, adalah analisa kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada profil kompetensi yang dipersyaratkan untuk setiap posisi/jabatan, yakni analisa kebutuhan pelatihan berdasarkan kebutuhan peningkatan skill kerja seperti, kemampuan komunikasi, dan kerjasama.

Untuk itu diperlukan Identifikasi Profil Kebutuhan Kompetensi Tiap Jabatan, selanjutnya Memilih Modul Training yang Relevan sesuai dengan Kebutuhan Kompetensi, Seperti contoh yang berikut ini :

 

Ketiga, Person Competency-based Need Analysis, adalah analisa kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada gap (kesenjangan) antara level kompetensi yang dipersyaratkan dengan level aktual karyawan (individu), seperti keahlian teknis, operasional dan semua pelatihan yang berhubungan dengan skill dan pengetahuan kerja individu.