KLIK LATIH
REGULASI
KONSEP ADDIE
AKD
EVALUASI DIKLAT
KONSEP ADDIE
PENGGUNAAN
METODE ADDIE DALAM PROSES PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
“ If you want to build the business, build the people”
Kalimat di atas adalah kutipan dari seorang wanita asal Amerika yang
merupakan perintis dari kesuksesan sebuah brand “Tupperware”, yaitu Brownie
Wise. Brownie Wise dalam praktek pengembangan bisnisnya memfokuskan pada
pengembangan individu di dalam organisasi itu sendiri, hingga sekarang, brand
yang dibangun tersebut tetap mengusung nilai-nilai pengembangan sumber daya
manusia yang ada di dalamnya. Dan terbukti hingga kini, brand yang di rintisnya
dapat terus berkembang dan terus memberikan wadah untuk para individu yang ada
di dalamnya untuk terus mengembangkan diri.
Di era globalisasi ini, di mana persaingan bisnis semakin ketat dibutuhkan
sumber daya manusia yang semakin handal di bidangnya masing-masing. Dan yang
menjadi tugas sebuah organisasi adalah bagaimana caranya untuk dapat
mengembangkan sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi itu sendiri. Hal
inilah yang menjadi konsentrasi para individu yang bergerak di dunia Human Development.
Dunia Human
Development khususnya bagian Training & Development berperan
penting dalam proses pelatihan dan pengembangan di dalam organisasi. Namun
bagaimanakah cara yang dilakukan untuk dapat melakukan sebuah proses pelatihan
dan pengembangan dengan efektif? Banyak berbagai metode dalam proses
pembelajaran, namun pada kali ini akan dibahas salah satu metode yang disebut
dengan ADDIE Model.
Metode ADDIE adalah sebuah kerangka yang biasa digunakan oleh perancang dan
pengembang pelatihan. Metode ADDIE ini merupakan pedoman untuk pelatihan /
training yang terdiri dari lima fase yaitu, Analyze, Design, Develop, Implement, dan Evaluate.
1.
Analyze
Pada tahapan ini, dilakukan analisa tentang beberapa hal perlu diketahui
sebelum kegiatan pelatihan dilakukan, seperti tujuan penyelenggaraan training,
siapa peserta dan apa yang menjadi kebutuhan peserta training terkait dengan
materi, metode teknik pembelajaran, dan lain-lain.
2. Design
Tahapan design ini
seorang perancang pelatihan perlu melakukan perancangan awal program pelatihan
/ pembelajaran, perancangan materi pelatihan dan perancangan evaluasi pelatihan
secara konseptual yang nantinya akan dijadikan dasar dalam tahapan
pengembangan.
3. Develop
Pada tahap pengembangan atau develop ini
kegiatan dilakukan dengan merealisasikan konsep yang sudah dibuat pada
tahapan design yang
sudah dilakukan sebelumnya. Kegiatan pengembangan ini merealisasikan kerangka
yang dibuat dalam bentuk materi pelatihan, persiapan peralatan yang akan
digunakan dalam pelatihan, dan pembuatan evaluasi pelatihan.
4. Implement
Tahapan implement adalah
tahapan dimana program pelatihan dilaksanakan. Program pelatihan dilakukan
sesuai dengan perencanaan metode pelatihan yang sudah dibuat dan penggunaan
materi yang telah dibuat.
5. Evaluate
Setelah tahapan analisa, perancangan, pengembangan dan pelaksanaan
dilakukan, maka tahapan terakhir adalah Evaluasi. Evaluasi dilakukan guna
meninjau kembali pelaksanaan pelatihan apakah sudah sesuai dengan kebutuhan
atau tidak. Kemudian evaluasi juga digunakan oleh perancang pelatihan untuk
memperbaiki kekurangan dari metode yang digunakan, sehingga kegiatan
pembelajaran kedepannya dapat dirancang dengan lebih baik lagi.
Keseluruhan tahapan yang digunakan pada metode ADDIE
dapat di implementasikan atau digunakan oleh perusahaan dalam program pelatihan
/ training untuk upaya perusahaan dalam mengembangkan kompetensi dan
pengetahuan karyawan di perusahaan itu sendiri.
Siklus Proses Pelatihan
Proses
pelatihan dapat dipandang sebagai suatu sistem, sistem yang dimaksud dapat
dipahami sebagai suatu siklus dengan pase-pase yang saling berhubungan antara
yang satu dengan yang lainnya. Pase-pase tersebut berhubungan dengan
langkah-langkah yang biasa digunakan orang yang ingin memecahkan suatu
permasalahan.
Pase Pokok dalam
Penyelenggaraan Pelatihan
- Proses analisa untuk menentukan kebutuhan
- Perancangan pendekatan pelatihan
- Pengembangan materi dan perlengkapan pelatihan
- Pelaksanaan pelatihan
- Evaluasi dan upaya memperbaiki pelatihan
Pase-pase
pokok ini merupakan siklus yang berkesinambungan, setelah seluruh proses
pelatihan selesai sampai pase kelima, maka pase kelima memberikan masukan
kembali ke pase pertama, begitu siklus ini terus berlangsung. Untuk lebih
jelasnya siklus pelatihan ini dapat dilihat pada gambar berikut:
- Proses Analisis untuk Menentukan Kebutuhan Pelatihan
Pase ini adalah salah satu pase yang sangat
dibutuhkan dalam penyelenggaraan suatu pelatihan. Pase ini memiliki dua tujuan
utama :
a)
Untuk menentukan bahwa
pelatihan yang diadakan dibutuhkan oleh pihak lain,
b)
untuk meyakinkan bahwa
penyelenggaraan suatu pelatihan arus didasarkan atas identifikasi kebutuhan
pasar yang sangat jelas.
Beberapa langkah penting dalam pase ini
adalah :
· Mengidentifikasi permasalahan (yang dihadapi
organisatoris) dan menentukan apakah pelatihan adalah cara terbaik untuk
memecahkannya. Istilah yang sering dipakai untuk kegiatan ini adalah “need
assessment”
· Menganalisa tugas dan jenis keterampilan apa yang
dibutuhkan oleh peminat dalam menjangkau suatu jabatan tertentu dan bagaimana
melaksanaan fungsinya di tempat kerja masing-masing.
· Mengidentifikasi kriteria (persyaratan) perserta
yang akan diizinkan untuk mengikuti suatu pelatihan tertentu.
- Perancangan Pendekatan Diklat
Pase ini diperuntukkan
untuk mendesain strategi apa yang akan dilakukan dalam sebuah pelatihan, pase
ini tentunya membutuhkan data yang akurat dan bisa dianalisa dari hasil
analisis pase pertama. TugasTugas-tugas
Penting dalam Pase ini
·
Merumuskan tujuan
pembelajaran atau kompetensi yang akan dijadikan dasar pengembangan kurikulum
pelatihan.
·
Menentukan metode pelatihan
yang terbaik atau yang paling cocok.
·
Memilih media yang terbaik
untuk pelatihan.
·
Mengidentifikasi butir-butir
tes (baik untuk preetest atau postest)
·
Mengorganisir pelatihan
dengan membuat penjadualan pelatihan, berapa hari pelaksanaan dan bagaimana
rangkaian-rangkaian kegiatan yang dipadukan dalam suatu pelatihan.
- Pengembangan Materi dan Perlengkapan Diklat
Pase ini merupakan pase
pengembangan dari pase sebelumnya dengan menarik garis-garis besar dari
pelaksanaan pelatihan yang dihasilkan dari pase perancangan, untuk
diformulasikan ke dalam seperangkat materi dan perlengkapan pelatihan yang
lengkap, dan apabila diterapkan akan dapat menghasilkan tujuan dan kompetensi
pelatihan yang diinginkan. Tugas-tugas
Penting dalam pase ini
· Rencana pembelajaran (lesson plan) yang akan
digunakan oleh para pelatih, disediakan sebagai acuan untuk mengembangkan
materi dan perlengkapan pelatihan lainnya.
· Materi dan perlengkapan bagi peserta pelatihan
seperti teks bahan ajar (modul), teks perintah yang terprogram dan handout.
· Alat bantu latihan (audiovisual aids) seperti film,
slide, flipchart, transparansi dan sebagainya.
· Lembaran tes yang didasarkan kepada butir-butir tes
yang telah diidentifikasi pada pase perancangan.
· Lembaran evaluasi
Pengembangan pase
materi dan perlengkapan pelatihan bukanlah hanya meliputi hal-hal yang
disebutkan di atas. Pase ini juga meliputi kegiatan sebagai berikut :
·
Membuat daftar susunan atau
rangkaian logistik dan perlengkapan administrasi yang dapat dikembangkan
menjadi hal-hal yang detail.
·
Memilih dan menyiapkan
pelatih
·
Merangkum segala keterangan
aktifitas atau langkah kegiatan pelatihan ke dalam bukut petunjuk yang lengkap.
·
Menyaring materi dan
perlengkapan pelatihan yang masih ada dan menemukannya, apakah masih layak
untuk dipakai.
·
Mensyahkan pelaksanaan
pelatihan serta materi dan perlengkapan pelatihan sebanyak mungkin sesuai
dengan prioritas dan aktifitas langkah kegiatan yang sebenarnya.
- Pelaksanaan Pelatihan
Seluruh upaya yang telah
dilakukan pada pase-pase sebelumnya, maka pase ini merupakan pase yang
menentukan. Peranan penyelenggara saat ini adalah memberi petunjuk, mengadakan
pendekatan dengan peserta, mengikuti aktivitas peserta, mengkoordinasikannya
dengan arti lain melayani peserta dengan memberikan fasilitas yang diperlukan.
Tugas Penting dalam Pase ini adalah :
· Memelihara ketersediaan logistik
· Mencatat kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta
· Mengevaluasi ketepatan pelaksanaan pelatihan sesuai
dengan perencanaan
· Mengevaluasi penampilan dari para pelatih
· Melakukan penyesuaian bila diperlukan
- Evaluasi dan Upaya Memperbaiki Pelatihan
Pase ini juga merupakan pase yang amat penting, pelatihan yang baik harus terus diupayakan menjadi pelatihan yang lebih baik, divalidasi, diperbarui dan kemudian diperbaiki berulang-ulang. Pase ini menghendaki pencapaian sasaran-sasaran pelatihan yang dikehendaki dalam waktu yang telah ditentukan. Materi dan perlengkapan yang dipakai dalam jangka waktu yang lama tanpa dilakukan peninjauan akan tertinggal atau akan menjadi usang. Setiap kali pelatihan dilaksanakan diikuti pula dengan upaya untuk menyempurnakannya. Kegiatan Kegiatan-kegiatan dalam pase ini meliputi :
· Evaluasi pelatih terhadap pelatihan
· Evaluasi peserta (alumni pelatihan) terhadap
pelatihan yang diikutinya
· Evaluasi tiga komponen pelatihan (penyelenggara,
pelatih dan peserta) terhadap pelaksanaan pelatihan yang diadakan
· Evaluasi lapangan untuk menentukan apakah peserta (alumni pelatihan) memiliki unjuk kerja yang baik di tempat kerja mereka
EVALUASI DIKLAT
EVALUASI
PELATIHAN
Ditinjau
dari konteks Ilmu sumber daya manusia
(SDM), kegiatan pelatihan termasuk ke dalam tahapan pengembangan SDM,
walaupun dalam konteks pengembangan SDM Pelatihan hanya salah satu metode
pengembangan SDM. Pengertian umum Pelatihan merupakan serangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang/
pegawai guna melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, Training atau Pelatihan menurut Buckley and
Caple (2004:5) diartikan sebagai suatu rencana yang sistematis untuk merubah
atau mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku melalui pembelajaran
dari pengalaman guna mencapai kinerja yang efektif dari kegiatan atau tingkatan
berbagai kegiatan. Tujuannya adalah agar situasi kerja individu memenuhi syarat
dan mampu dalam rangka mencapai kinerja secara memuaskan berdasarkan tugas yang
diberikan).
Kebijakan sistem Pelatihan secara
mikro terdiri dari sub-sub sistem utama yaitu; identifikasi kebutuhan,
perencanaan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat. Dengan menggunakan konsep
sistem dalam membangun kompetensi jabatan PNS melalui sistem Pelatihan perlu
memperhatikan pola hubungan dan ketergantungan yang besar antar pembinaan
Diklat, kelembagaan Diklat, penyelenggaraan Diklat, pengguna dan peserta Diklat
yang terbagi pada sub sistem input, proses, output, outcome, dan benefit.
Masukan Pelatihan adalah peserta, proses Pelatihan meliputi
lembaga Pelatihan , program Pelatihan , widyaiswara, dan keluaran Pelatihan adalah
tingkatan kompetensi peserta setelah mengikuti Diklat. Karena keberhasilan
penyelenggaraan Diklat ditentukan oleh adanya keserasian dan keterpaduan antara
“masukan, proses dan keluaran” Diklat sebagai satu kesatuan “sistem dan proses”
yang utuh, maka kebijakan pembinaan Diklat diarahkan pada keseluruhan unsur
yang berperan di dalamnya, meliputi seleksi peserta, akreditasi dan
sertifikasi, program Diklat, SDM kediklatan, dan keluaran Diklat.
Evaluasi Pelatihan adalah komponen
penting dalam system diklat. Tanpa evaluasi, kita tentu saja tidak
mengetahui apakah program diklat yang diselenggarakan oleh suatu lembaga diklat
berhasil atau tidak. Tingkat pencapaian efektifitas dan efisiensi suatu
program diklat dapat diketahui dari hasil evaluasi diklat yang kemudian dapat
dijadikan masukan dan bahan pertimbangan dalam pengendalian diklat sekaligus
untuk bahan penyempurnaan diklat di waktu yang akan datang.
Brikerhoff (1986:ix) menjelaskan
bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pelatihan dapat
dicapai. Menurut Brikerhoff (1986:ix), dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh
elemen yang harus dilakukan, yaitu: 1) penentuan fokus yang akan dievaluasi
(focusing the evaluation), 2) penyusunan desain evaluasi (designing the
evaluation), 3) pengumpulan informasi (collecting information), 4) analsis dan
intepretasi informasi (analyzing and interpreting), 5) pembuatan laporang
(reporting information), 6) pengelolaan evaluasi (managing evaluation), dan 7)
evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation). Dalam pengertian tersebut
menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi, evaluator pada tahap awal harus
menentukan focus yang akan dievaluasi dan desain yang akan digunakan. Hal ini
berarti harus ada kejelasan apa yang akan dievaluasi yang secara implisit menenkankan
adanya tujuan evaluasi, serta adanya perencanaan bagaimana melaksanakan
evaluasi. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data, menganalisis dan membuat
intepretasi terhadap data yang terkumpul serta membuat laporan. Selain itu,
evaluator juga harus melakukan pengaturan terhadap evaluasi dan mengevaluasi
apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan evaluasi secara keseluruhan. Weiss
(1972:4) menyatakan bahwa tujuan evaluasi adalah: The purpose of evaluation
research is to measure the effect of program against the goals it set out
accomplish as a means of contributing to subsuquest decision making about the
program and improving future programming. Ada empat
hal yang ditekankan pada rumusan tersebut, yaitu: 1) menunjuk pada penggunaan
metode penelitian, 2) menekankan pada hasil suatu program, 3)penggunaan
kriteria untuk menilai, dan 4) kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan
perbaikan program di masa mendatang.
untuk
program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah
dilanjutkan,diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk
kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang
terkait dengan program.
_ Five Level
ROI Model (Jack PhillPS')
_ CIPP Model
(Daniel Stufflebeam's)
_ Responsive
Evaluation Model (Robert Stake's)
_
Congruence-Contingency Model (Robert Stake's)
_ Five
Levels of Evaluation (Kaufman's)
_ CIRO
(Context, Input, Reaction, Outcome)
_ PERT
(Program Evaluation and Review Technique)
_ Goal-Free
Evaluation Approach (Michael Scriven's)
_
Discrepancy Model (Provus's)
_
Illuminative Evaluation Model
Model Kirkpatrick merupakan model evaluasi
pelatihan yang memiliki kelebihan karena sifatnya yang menyeluruh, sederhana,
dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi pelatihan. Menyeluruh dalam artian
model evaluasi ini mampu menjangkau semua sisi dari suatuprogram pelatihan.
Dikatakan sederhana karena model ini memiliki alur logika yang sederhana dan
mudah dipahami serta kategorisasi yang jelas dan tidak berbelit-belit.
Sementara dari sisi penggunaan, model ini bisa
digunakan untuk mengevaluasi berbagaimacam jenis pelatihan dengan berbagai
macam situasi. Dalam model Kirkpatrick, evaluasi dilakukan melalui empat level, yaitu [1]:
• Level 1
(Reaksi)
Evaluasi di level 1 bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan peserta
pelatihan terhadap penyelenggaraan pelatihan. Kualitas proses atau pelaksanaan
suatu pelatihan dapat diukur melalui tingkat kepuasan pesertanya. Kepuasan
peserta terhadap penyelenggaraan atau proses suatu pelatihan akan berimplikasi
langsung terhadap motivasi dan semangat belajar peserta dalam pelaksanaan
pelatihan. Pada level ini perusahaan lebih melihat nilai manfaatyang didapat
oleh peserta pelatihan terhadap tujuan dari perusahaan sebagai bahanevaluasi
kebutuhan materi. Sedangkan untuk penyelenggara pelatihan, biasanya
lebihmelihat fasilitas dan penyampaian materi. Mengukur reaksi ini relatif
mudah karena bisa dilakukan dengan menggunakan reaction sheet yang
berbentuk kuesioner. Evaluasi terhadap
reaksi ini sebenarnya dimaksudkan untuk mendapatkan respon dari peserta terhadap
kualitas penyelenggaraan pelatihan. Oleh karena itu waktu yang paling tepat untuk
menyebarkan kuesioner adalah pada setiap sesi dari pelaksanaan pelatihan,
setelahpelatihan berakhir atau beberapa saat sebelum pelatihan itu berakhir.
• Level 2
(Belajar)
Evaluasi di level 2 bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta
terhadap materi training atau sejauh mana daya serap peserta program pelatihan
pada materi pelatihan yang telah diberikan. Program pelatihan dikatakan
berhasil ketika aspek tersebut mengalami perbaikan dengan membandingkan hasil
pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan. Kegiatan pengukuran dalam evaluasi
level kedua ini relatif lebih sulit dan lebih memakan waktu jika dibanding
dengan mengukur reaksi peserta [2]. Alat ukur yang bisa digunakan adalah tes
tertulis dan tes kinerja. Tes tertulis dapat digunakan untuk mengukur tingkat
perbaikan pengetahuan dan sikap peserta, sementara tes kinerja dapat digunakanuntuk
mengetahui tingkat penambahan keterampilan peserta. Untuk dapat
mengetahuitingkat perbaikan aspek-aspek tersebut, tes dilakukan sebelum dan
sesudah program.
• Level 3
(Aplikasi)
Evaluasi di level 3 bertujuan untuk mengukur perubahan perilaku kerja
peserta pelatihan setelah mereka kembali ke dalam lingkungan kerjanya. Perilaku
yang dimaksud di sini adalah perilaku kerja yang ada hubungannya langsung
dengan materi yang disampaikanpada saat pelatihan. Evaluasi perilaku ini dapat
dilakukan melalui observasi langsung ke dalam lingkungan kerja peserta atau
kuesioner. Disamping itu bisa juga melalui wawancara dengan atasan maupun rekan
kerja peserta. Dari sini diharapkan dapat mengetahui perubahan perilaku kerja
peserta sebelum dan setelah mengikuti program pelatihan. Karena terkadang ada
kesulitan untuk mengetahui kinerja peserta sebelum mengikuti pelatihan,
disarankan juga untuk melakukan dokumentasi terhadap catatan kerja peserta
sebelum mengikuti pelatihan.
• Level 4
(Dampak)
Evaluasi di level 4 bertujuan untuk mengetahui dampak perubahan perilaku kerja peserta pelatihan terhadap tingkat produktifitas perusahaan. Aspek yang bisa menjadi acuan dalam evaluasi ini meliputi kenaikan produksi, peningkatan kualitas produk, penurunan biaya, penurunan angka kecelakaan kerja baik kualitas maupun kuantitas, penurunan turnover, maupun kenaikan tingkat keuntungan.
AKD
Cara Melakukan Proses
Analisa Kebutuhan Pelatihan yang Benar
Pelatihan SDM biasa juga disebut dengan training. Proses
pelatihan ini dilaksanakan untuk mengembangkan kinerja yang dimiliki oleh SDM tersebut
guna mendukung sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Dalam pelatihan
tersebut, tentu dibutuhkan sebuah analisa kebutuhan pelatihan SDM sebagai sebuah
data yang dikumpulkan untuk menentukan apa saja kebutuhan yang harus dipenuhi
untuk kelancaran dan keefektifan dari pelatihan tersebut. Analisa kebutuhan
tersebut juga menjadi dasar penentu atas keberhasilan pelatihan SDM yang akan dilakukan.
Walaupun demikian, tidak sedikit organisasi yang melakukan pelatihan atau
pengembangan tersebut tanpa melakukan analisis kebutuhan terlebih dahulu.
Resiko sebuah pelatihan tanpa analisa kebutuhan
pelatihan SDM pun harus mereka hadapi dengan diklat yang
cenderung berjalan tidak efektif.Ketika analisa kebutuhan dibuat terlebih
dahulu, maka pengembangan pelatihan yang dilakukan pasti akan menjadi sebuah
solusi bagi masalah yang selama ini terjadi di tempat kerja para SDM tersebut.
Proses analisa kebutuhan sendiri sifatnya
berkelanjutan dan dipandang sebagai sebuah upaya mahal yang sebetulnya
merupakan cara dalam meningkatkan bottom line dalam sebuah organisasi. Analisa
kebutuhan pelatihan SDM karena informasinya dikumpulkan kemudian dianalisis,
tentu rencananya bisa dibuat. Analisa akan menentukan apa saja kebutuhannya,
kemudian identifikasi atas apa yang diperlukan dalam pelatihan pun bisa
dilakukan. Selanjutnya, pemeriksaan dari jenis hingga ruang lingkup yang
dibutuhkan dalam mendukung efektifnya program pelatihan yang dilakukan oleh SDM
pun bisa dilakukan. Dimana, dalam analisa kebutuhan yang dilakukan tersebut,
sebuah instansi atau organisasi juga memiliki tujuan dalam mencari informasi
mengenai pengetahuan dan kinerja optimal yang dimiliki oleh peserta atau SDM
tersebut berikut pengetahuan dan kinerja aktualnya saat ini, perasaan baik
peserta maupun orang penting dalam organisasinya, penyebab serta solusi dari
semua masalah yang ada.
Untuk analisa kebutuhan pelatihan SDM sendiri, dalam pengertiannya memiliki beberapa arti yang pengertiannya tidak jauh dari upaya dalam menganalisa serta mendiagnosa sebuah organisasi bersama dengan tugas dan para karyawannya. Ada juga pengertian lain berupa proses penentuan sebuah alasan dan akibatnya. Dimana, dalam pengertian tersebut dimaksudkan sama untuk sebuah identifikasi hingga pemilihan yang nantinya akan menghasilkan tentang apa saja yang diperlukan untuk kemudian dikembangkan dan didapatkan hasilnya dari pelatihan pengembangan yang dilakukan.
Terlepas dari berbagai pengertian yang dikeluarkan
sebagai teori, analisa kebutuhan atau Training Need Assement, TNA sendiri
secara umum diartikan sebagai sebuah proses percobaan dalam diagnostic atau
identifikasi dari berbagai kebutuhan sebuah organisasi dimana hasilnya
berpotensi untuk dipenuhi dalam pelatihan tersebut. Bahkan, bisa juga yang
terjadi adalah sebaliknya.
Alasan TNA harus dilakukan, secara umum ada empat:
1. Mengidentifikasi masalah dalam sebuah organisasi. Manajemen dan kepegawaian harus memahami apa masalah yang dihadapi oleh SDM tersebut guna mendapatkan metode pelatihan yang tepat.
2. Mendapatkan dukungan pihak manajemen. Maka, harus dipastikan bahwa pelatihan yang akan dilakukan bisa memberi pengaruh kepada SDM dengan peningkatan kinerja di tempat kerjanya.
3. Mengembangkan data evaluasi dimana dalam analisis kebutuhan pertama, yang akan dikur pelatih adalah efektivitas programnya.
4.
Menentukan
biaya serta manfaat dari pelatihan yang akan dilakukan. Sehingga, pelatihan
tidak dianggap sebagai sebuah penghambat atau hanya bagian dari membuang-buang
waktu dan biaya melainkan sebuah kontribusi penting dalam mencapai tujuan
organisasi tersebut.
Sehingga, akan didapatkan berbagai manfaat antara
lain berupa:
1.
Masukkan bagi
pimpinan organisasi atau institusi tersebut agar lebih meningkatkan lagi kinerja para pegawai atau SDM
yang dipimpinnya baik dalam hal kualitas maupun produktivitasnya.
2.
Menambah
wawasan dan pengetahuan kepada para pegawai atau SDM tersebut dalam memahami
ruang lingkup pekerjaannya serta memberikan mereka ukuran akan sejauh mana
ketepatan mereka dalam menjalankan tugasnya selama ini.
Melihat dari alasan, tujuan, dan manfaatnya, secara
umum dapat disimpulkan juga bahwa dengan adanya analisa kebutuhan pelatihan SDM
tersebut, pelatihan yang dilakukan akan lebih tepat sasaran. Analisa merupakan
sebuah desain sistem efektif untuk memecahkan masalah dengan pelatihan sebagai
jalan pemecahannya. Ketika sebuah pelatihan tidak bisa menghasilkan apapun,
maka bisa dipastikan jika desain sistem yang dibentuk tersebut buruk.
Baik manajemen atau profesional dari SDM tersebut
juga perlu menyadari bahwa pelatihan bukan sepenuhnya penyembuh atau obat bagi
semua masalah yang terjadi dalam sebuah organisasi.Akan tetapi, pelatihan harus
bisa dijadikan motivasi serta alat dalam memperbaiki kinerja untuk merubah
kinerja buruk yang selama ini dilakukan. Jadi, dengan kata lain, pelatihan SDM
tersebut akan memberikan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan yang
karyawan atau pegawai pelukan dalam mencapai tujuan organisasi dimana mereka
bekerja.
Pelatihan juga tepat dikatakan sebagai sebuah
investasi namun bukan diukur atas biaya yang dikeluarkannya melainkan
keterampilan dan pengetahuan yang akan diberikan dan ditingkatkannya. Dimana,
untuk mendapatkan semua itu sebelumnya Anda memerlukan pendekatan berupa
analisis, seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Alat yang bisa Anda gunakan untuk melakukan analisa
kebutuhan pelatihan SDM yang efektif yaitu dengan wawancara dan observasi.
Pendekatan ini akan memberi gambaran yang lebih jelas tentang setiap individu
dan kebutuhannya nanti dalam pelatihan yang akan dilakukannya tersebut.
Jenis Analisa Kebutuhan Training
Training atau pelatihan merupakan
kegiatan penting yang biasanya akan
dilaksanakan untuk memberikan bekal pengetahuan baru atau memberikan motivasi
tertentu kepada karyawan di sebuah perusahaan.
Training sangat berguna untuk meningkatkan kompetensi dan skill karyawan
sehingga perusahaan bisa diuntungkan dengan peningkatan mutu manajemen, mutu
profesionalitas, dan yang paling penting adalah peningkatan produktifitas
perusahaan.Pelatihan atau Training Tidak Bisa Dilakukan Begitu Saja Tanpa
Persiapan yang Matang Training dalam bahasa bisnis merupakan sebuah investasi
yang harus dikalkulasi untung dan ruginya. Sejatinya, sebuah investasi adalah
sejumlah modal yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan harapan agar
produktifitas perusahaan tersebut bisa meningkat.
Hal inilah yang
menjadikan Analisa Kebutuhan Training sangat diperlukan sebelum melakukan
training agar perusahaan bisa mengetahui dengan pasti konsep training
seperti apa yang paling dibutuhkan oleh para karyawan.
Jika perusahaan
Anda ingin menyelenggarakan sebuah training untuk karyawan, maka hal pertama
yang harus dilakukan adalah melakukan Analisa Kebutuhan Training untuk
mengetahui dengan pasti jenis training apa yang paling dibutuhkan.
Pada dasarnya,
ada tiga jenis analisis kebutuhan training yang selama ini dikenal yaitu:
1. Task Analysis
Jenis
analisa yang satu merupakan analisa training yang lebih menekankan pada
kebutuhan training untuk satu jenis posisi di perusahaan misalnya analisa
training untuk posisi kepala divisi atau analisis training untuk posisi
manager. Biasanya analisis ini akan mengkaji dengan detail mengenai jenis kemampuan atau kompetensi apa saja yang
dibutuhkan oleh sebuah posisi di perusahan tertentu. Tugas dan kompetensi
sebuah posisi di satu perusahaan dengan perusahaan lain yang memiliki bidang
bisnis berbeda tentunya akan sangat berbeda.
Dalam
penelitian training ini yang menjadi fokus utama adalah tugas darei posisi atau
jabatan bukan dari perseorangan atau orang yang menjabat posisi
tersebut.Melalui Analisa Kebutuhan Training ini perusahaan nantinya akan dapat
merumuskan jenis training apa yang paling tepat untuk sebuah posisi di
perusahaan.Pelatihan yang sudah dirancang dengan baik berdasarkan data dari
analisis akan distandarkan dan kemudian akan dipraktekkan kepada semua karyawan
di posisi yang bersangkutan.
2. Person Analisis
Jika
task analisis ditujukan untuk meneliti kebutuhan training di sebuah posisi,
maka person analysis ditujukan kepada orang yang memegang suatu jabatan atau
posisi di perusahaan. Dalam analisis ini akan diteliti kemampuan dan kompetisi
seorang karyawan. Dari hasil penelitian tersebut akan diketahui kelebihan dan
kekurangan apa saja dari karyawan tersebut. Dari data inilah nantinya bisa
disusun sebuah materi training yang bisa memperkuat kemlebihan dan memperbaiki
kelemahan si karyawan yang bersangkutan.
Analisa
Kebutuhan Training jenis person analysis akan ditetapkan levelnya oleh
perusahaan yang bersangkutan. Misalnya untuk posisi manajer, ada beberapa jenis
kompetensi yang harus dimiliki misalnya adalah skill kepemimpinan, skill
komunikasi, dan seterusnya. Seorang manajer akan diberikan assessment untuk
mengetahui level kompetensinya. Jika misalnya dari semua jenis kompetensi ada
yang nilainya rendah, maka manajer tersebut akan mendapatkan training tambahan
untuk mengasah kompetensi yang dirasa masih kurang.
3. Organizational Analysis
Organisational Analysis merupakan Analisa Kebutuhan Training yang diperuntukkan bagi perusahaan untuk merespon perkembangan dan persaingan di dunia bisnis yang semakin luas dan terus berkembang.Contohnya adalah ketika sebuah perusahaan perbankan ingin membidik pasar yang lebih luas misalnya adalah kredit usaha kecil, maka akan diperlukan kemampuan dan skill baru di bidang kredit mikro dan di bidang UKM. Berdasarkan kebutuhan ini, maka lembaga training akan menyusun sebuah materi training yang dapat membekali semua karyawan bank dengan pengetahuan dan skill mengenai kredit mikro usaha kecil menengah.
Panduan Lengkap Membuat Training Need Analysis
Setiap perusahaan atau organisasi tentu membutuhkan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal alias top performance dalam
segi kemampuan, karakter, dan pemikiran. Untuk itulah, perusahaan biasanya membuat training atau
pelatihan bagi karyawannya. Agar tepat sasaran, pelaksanaan pelatihan harus
disesuaikan dengan kebutuhan apa yang di perlukan oleh perusahaan tersebut.
Artinya, suatu perusahaan tidak bisa serta merta mengadopsi bentuk pelatihan
dari perusahaan lainnya karena kebutuhannya berbeda. Dalam upaya penetuan
pelaksanaan pelatihan yang tepat sasaran itulah dilakukan sebuah Training
Need Analysis (analisis kebutuhan pelatihan).
Training Need Analysis (TNA) merupakan suatu proses
identifiasi dan analisis tentang kebutuhan pelatihan atau program pengembangan
potensi Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam sebuah organisasi atau perusahaan
dengan tujuan akhir adalah peningkatan performa SDM.
Dalam menyusun TNA, terdapat beberapa pendekatan
analisis yang harus diperhatikan. Sebagaimana yang disadur dari laman hr-guide, pendekatan tersebut dibagi menjadi:
1. Analisis Organisasi
2. Analisis Individu
3.
Analisis
Kompetensi Kerja
4.
Analisis
Performa
5.
Analisis
Konten
6.
Analisis
Kesesuaian Pelatihan
7.
Analisis
Biaya-Manfaat.
Dari analisis-analisis tersebut itulah yang
dijadikan panduan dalam membuat Training Need Analysis sebagaimana tahapan
berikut ini.
1.
Menentukan Hasil
yang Diharapkan
Seperti yang sudah
disinggung di awal, pelatihan dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing
perusahaan atau organisasi. Ini artinya dalam membuat TNA juga harus ditentukan
keberhasilan seperti apa yang diinginkan. Untuk menentukan hasil yang
diharapkan ini bisa disesuaikan dengan masalah apa yang hendak diselesaikan dan
hal apa yang ingin diperbaiki. Hal lain yang juga bisa dipertimbangkan adalah
perilaku atau kepribadian seperti apa yang diharapkan dimiliki karyawan untuk
mencapai misi perusahaan.
Dalam menentukan hasil
yang diharapkan ini juga berkaitan dengan pendekatan berbasis analisis
organisasi. Hal ini karena melalui analisis organisasi dapat diketahui bahwa
organisasi memiliki respon akan dinamika bisnis. Perusahaan memiliki peluang
perubahan rencana strategis yang harus diantisipasi termasuk melalui pelatihan.
2.
Melibatkan Karyawan
Agar proses TNA
benar-benar tepat sasaran, perusahaan harus terbuka pada karyawannya untuk
menyampaikan tujuan apa yang diharapkan dari pelatihan yang akan dilakukan. Hal
ini penting agar setiap karyawan memahami proses pelatihan yang meraka jalani
serta keuntungan apa yang akan mereka dapat. Dengan demikian, keterlibatan
karyawan ini akan membuat mereka lebih menghargai akan setiap pelatihan yang
diberikan perusahaan.
3.
Mengidentifikasi
Kompetensi yang Dibutuhkan
Melibatkan karyawan dalam
proses TNA juga berguna untuk mengidentifikasi kompetensi apa yang sudah
dimiliki karyawan dan apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi
tersebut. Gap atau kesenjangan yang didapatkan inilah yang menjadi rujukan atau
dasar dalam memutuskan kebutuhan pelatihan yang harus disiapkan sehingga
hasilnya juga maksimal.
Hal ini juga berkaitan
dengan pendekatan analisis kompetensi kerja. Identifikasi kebutuhan kompetensi
selayaknya didasarkan pada masing-masing jabatan karena setiap posisi
membutuhkan kompetensinya
4.
Menentukan
Metode Terbaik
Setelah mengetahui apa
yang diharapkan dari pelatihan dan mengetahui kompetensi apa yang dibutuhkan
karyawan, artinya perusahaan bisa menentukan metode apa yang terbaik untuk
digunakan. Ada beberapa macam metode pelatihan yang dikenal yaitu on the job training,
mentoring dan coaching,
ceramah, buku dan e-book,
serta e-learning.
Dalam menentukan metode pelatihan terbaik juga dibutuhkan modul. Modul ini bisa dibuat oleh perusahaan sendiri (building) atau membeli modul pelatihan dari pihak lain. Alternatif terbaik adalah dengan menggabungkan keduanya dimana modul pelatihan bisa disusun oleh pihak ketiga (konsultan) dan juga melibatkan unsur karyawan dari perusahaan.
5.
Memperhatikan
Biaya, Waktu, dan Tenaga yang Dibutuhkan
Pelatihan yang melibatkan
karyawan tentunya membutuhkan biaya, waktu, serta tenaga lebih. Hal ini juga
harus diperhatikan agar pelatihan tidak mengganggu terlalu banyak akan proses
produksi di perusahaan. Bagaimanapun, pelatihan membuat waktu kerja menjadi
tidak aktif, biaya yang tidak sedikit, kebutuhan panitia, dan persiapan lainnya
yang harus diperhitungkan.
Training Need Analysis : Menyusun Program Pelatihan
Training Need
Analysis : Menyusun Program Pelatihan
Salahsatu tugas
dari HR adalah menciptakan employs champion, yakni menciptakan karyawan yang
memiliki jiwa pemenang, salah satunya adalah dengan menyusun program
pelatihan dan pengembangan karyawan secara berkala. Namun ada kalanya dalam menetapkan program
pelatihan, perusahaan tidak memiliki standar dalam dalam merumuskan
pelatihannya sehingga, tujuan dari diselenggarakan pelatihan menjadi tidak
tercapai. Lantas apa yang harus dilakukan perusahaan agar program pelatihan
yang diselenggarakan dapat bermanfaat bagi tujuan organisasi?Training Need
Analysis atau disebut juga dengan TNA adalah serangkaian proses yang dilakukan
perusahaan untuk merumuskan rencana pelatihan, biasanya terdapat 3 pendekatan
dalam melakukan training need analysis, yakni :
Pertama, Organizational-based Need Analysis, Analisa kebutuhan
pelatihan yang didasarkan pada kebutuhan
strategis perusahaan dalam merespon dinamika bisnis masa
depan. Kebutuhan strategis perusahaan dirumuskan dengan mengacu pada dua elemen
pokok : Corporate Strategy dan Corporate
Values.
Setidaknya ada 7 faktor kunci keberhasilan organisasi, yaitu :
1.
Planning,
2.
Communication,
3.
Teamwork,
4.
Service,
5.
Learning
Climate,
6.
Leadership,
7.
Development
· Faktor ini di-ases untuk mengidentifikasi pada faktor apa perusahaan masih
mengalami kekurangan yang paling besar, dan karenanya perlu di-prioritaskan
pengembangan pelatihannya.
Kedua, job Competency-based Need Analysis, adalah analisa kebutuhan
pelatihan yang didasarkan pada profil kompetensi yang dipersyaratkan
untuk setiap posisi/jabatan, yakni analisa kebutuhan pelatihan
berdasarkan kebutuhan peningkatan skill kerja seperti, kemampuan komunikasi,
dan kerjasama.
Untuk itu diperlukan Identifikasi Profil Kebutuhan Kompetensi Tiap Jabatan, selanjutnya Memilih Modul Training yang Relevan sesuai dengan Kebutuhan Kompetensi, Seperti contoh yang berikut ini :
Ketiga, Person Competency-based Need Analysis, adalah analisa kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada gap (kesenjangan) antara level kompetensi yang dipersyaratkan dengan level aktual karyawan (individu), seperti keahlian teknis, operasional dan semua pelatihan yang berhubungan dengan skill dan pengetahuan kerja individu.